Melalui radio masing-masing banyak warga Jakarta memantau perkembangan situasi kota yang sedang dilanda kerusuhan. Pentingnya peran radio, mengingatkan kita pada kondisi di tahun 1920-an, ketika tiap malam jutaan keluarga di seluruh bagian dunia yang punya radio, berkutat di sekitar pesawat itu untuk mendengarkan berbagai hiburan dan program.
Tak melulu sebagai penyedia hiburan, sesungguhnya radio punya peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, menyelamatkan korban dalam kecelakaan di laut, seperti tindakan operasi penyelamatan penumpang Titanic yang tenggelam pada 1912.
Selama ini Guglielmo Marconi dianggap sebagai penemu radio. Padahal sebenarnya banyak orang berperan dalam pengembangannya. Awal 1800-an secara terpisah Joseph Henry, profesor dari Pinceton University, dan fisikawan Inggris Michael Faraday mengembangkan teori induksi. Percobaan mereka terhadap elektromagnet membuktikan arus listrik di sebatang kawat dapat menimbulkan arus di batang kawat lain, meski keduanya tidak berhubungan. Tahun 1864 fisikawan Inggris lain James Clerik Maxwell, berteori bahwa arus listrik dapat menciptakan medan magnet dan bahwa gelombang elektromagnet bergerak dengan kecepatan cahaya. Teori Maxwell itu belakangan dibuktikan kebenarannya oleh percobaan yang dilakukan fisikawan Jerman Heinrich Hertz, tahun 1880.
Baru kemudian Guglielmo Marconi pada 1895, berhasil mengirim sinyal komunikasi radio dengan gelombang elektromagnet sejauh ± 1,5 km. Tahun 1901, sinyal dari perangkat radio Marconi mampu melintasi Samudera Atlantik dari Inggris ke Newfoundland, Kanada.
Namun fisikawan kelahiran Kanada Reginald A. Fessenden-lah yang pertama kali mentransmisikan suara manusia via radio ketika pada 1906, ia berbica melalui radio dari Brant Rock, Massachusetts, AS, kepada kapal-kapal di lepas pantai Samudera Atlantik. Sejak itu radio terus berkembang makin sempurna, didukung oleh pelbagai temuan secara bertahap.
Di awal abad XX, para ilmuwan mengembangkan tabung hampa udara yang bisa melacak dan memperkuat sinyal radio.Penemu AS Lee De Forest mematenkan trioda atau audion-nya tahun 1907, yang kemudian menjadi elemen penting dalam penerimaan sinyal radio. Kemampuan penerimaan ini ditingkatkan lagi dengan temuan Edwin H. Armstrong,yang menciptakan sirukit superheterodyne tahun 1918. Sirkuit yang masih dipakai hingga sekarang ini punya kemampuan seleksi yang tinggi Armstrong pula yang mengembangkan sistem siaran FM pada 1933.
Radio bekerja dengan mengubah suara atau sinyal lain menjadi gelombang elektromagnet atau gelombang radio. Gelombang ini bergerak melalui udara dan angkasa, menembus benda padat. Gelombang radio bergerak dengan ukuran kecepatan cahaya, 299,792 km/detik. Saat sinyal diterima receiver , ia segera diubah ke bentuk semula yaitu suara.
Bagian penting dalam radio adalah antena, tuner , amplifier , dan pengeras suara. Antena untuk menangkap gelombang radio, tuner berfungsi mencari gelombang dengan angka-angka frekuensi tertentu. Sedangkan amplifier memperkuat sinyal program yang dipilih tuner. Di radio, amplifier berupa transistor dan IC ( Integrated circuit ). Sedangkan radio dari tahun sebelum itu menggunakan tabeung hampa udara. Muara terakhir adalah speaker yang akan mengubah sinyal listrik menjadi suara asli.
Meski uji coba siaran radio pertama kali dilakukan tahun 1910, siaran raido yang sebenarnya di banyak negara baru dimulai pada 1920. Saat TV merajai dunia, banyak orang berpikir, umur radio tinggal menghitung hari. Ternyata kecanggihan teknologi memungkinkan diproduksinya radio jinjing – bahkan yang Cuma sebesar korek api – yang praktis dibawa-bawa. Daya tarik lain, tak cuma program kuis interaktif yang melibatkan langsung pendengarnya, juga kualitas modulasi yang makin baik dengan adanya siaran FM membuat siaran musik kian disukai.
Read More......